Oleh : Muhammad Ruhiyat Haririe
Disampaikan pada acara majlis ta'lim IRMA Masjid Al-Hidayah Cibiru
Dalam kenyataan hidup sehari-hari tampaknya anjuran dan
penegasan mengenai ukhuwah islamiyah tersebut masih sebatas penyampaian dalam
mimbar-mimbar dakwah saja, serasa sulit untuk menerapkan dalam kehidupan. Hal
ini terlihat dalam berbagai hal umat Islam masih terkotak-kotak yang tidak
jarang menghilangkan simpati masyarakat. Ada juga di antara kita, hanya karena
berbeda kelompok pengajian, hanya karena berbeda guru pengajian, atau hanya
karena perbedaan kitab yang dikaji, lalu memasang kuda-kuda untuk siap
berperang. Bahkan, banyak kejadian saling mengumbar fitnah, aduh, mengerikan
sekali. Sekali lagi, di mana praktik ukhuwah islamiyah yang selama ini dikaji?
Apakah tidak ada kesempatan berbicara untuk menyamakan persepsi?
Sementara fiman allah dalam QS Al-Imran
ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah, orang-orang yang bersaudara. dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Berdasarkan ayat tersebut, kunci utama
dalam membangun persaudaraan itu adalah kerendahan hati kepada Allah SWT serta
kerendahan hati kepada sesama orang-orang yang beriman. Sikap ini antara lain
dicerminkan dengan mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya disertai kesediaan
untuk mengakui kekuatan dan kelebihan orang lain serta kelemahan yang ada pada
dirinya.
Dengan sikap inilah orang yang beriman
mampu dan siap menerima nasihat dari sesama saudaranya jika melakukan kesalahan
dan kekhilafan. Sekaligus siap pula untuk memimpin maupun untuk dipimpin
(siap untuk menjadi imam dan siap pula untuk menjadi makmum).
Dalam kitab Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah bahwa
Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita untuk tidak menyakiti sesama muslim, baik
dengan perkataan atau perbuatan, bertawadhu kepada sesama muslim, tidak
menyombongkan diri di hadapannya, tidak menggunjing orang lain di hadapannya
dan tidak mendengarkan gunjingannya. Juga tidak boleh bermusuhan sesama muslim
selama lebih dari tiga hari.
Ketika konsep Islam telah jelas disampaikan Allah lewat baginda
rasul, lalu mengapa perselisihan yang mengancam ukhuwah islamiyah itu masih
terjadi?
Ada beberapa sebab diantaranya:
Pertama, Persoalan timbul ketika seseorang
memiliki sikap egoisme yang berlebihan, takabur, merasa dirinya selalu benar
dan orang lain yang salah, tidak pernah mau dan siap menerima nasihat,
sekaligus selalu ingin menjadi imam dan tidak pernah mau menjadi makmum. Sikap
inilah yang dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya karena akan menimbulkan
pertentangan yang berujung pada kerusakan dan kehancuran.
Pantaslah di dalam sebuah hadits riwayat
jamaah Rasulullah SAW menyatakan bahwa tidak akan pernah masuk ke dalam surga,
orang yang dalam hatinya terdapat sifat takabur, meskipun hanya sebesar biji
zarrah (benda yang paling kecil).
Persoalan persaudaraan sejatinya adalah
persoalan hati yang melahirkan kesadaran kebersamaan (kesadaran kolektif),
bukan semata-mata persoalan visi dan misi apalagi aksi. Hati dan pikiran yang jernih
disertai dengan ketawadhuan akan melahirkan kekhlasan untuk membangun
persaudaraan.
Sebaliknya, hati yang sombong hanya akan
melahirkan pertentangan dan perpecahan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al
Anfal ayat 46, “Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Sebab Kedua,
segolongan umat Islam masih lebih mementingkan persoalan-persoalan kecil
daripada persoalan utama. Mereka cenderung mempermasalahkan problem yang tidak
prinsipil daripada problem yang urgen, mengedepankan hal-hal yang khilafiyah
dibanding mengedepankan pendalaman akidah, keadilan, persatuan dan kesatuan
umat. Dalam suatu kasus, ada umat Islam kadang memilih lebih baik pecah
daripada harus menerima faham lain atau harus kompromi dengan faham umat Islam
yang lain.
Sebab Ketiga, yang
menyebabkan persatuan umat lemah dan rapuh adalah karena umat terlalu
mementingkan urusan duniawi sehingga urusan ukhrawi dinomor duakan. Hal ini
karena lemahnya landasan akidah dan praktek ibadah sehingga mereka mudah
tergiur dengan godaan nikmat yang tak kekal di dunia ini.
Terkait dengan kecintaan seseorang terhadap urusan duniawi, Rasulullah
pernah bersabda : “Akan datang suatu umat yang keadaannya bagaikan orang lapar
mengerubuti hidangan.” Para sahabat bertanya : “Apakah karena jumlah kita
sedikit ?” Nabi menjawab : “Kamu pada waktu itu jumlahnya banyak tapi tak
ubahnya seperti buih dipermukaan air. Dicabut rasa takut dari para musuhmu, dan
dijadikan pada hatimu al-Wahnu.” Sahabat bertanya : “Apakah al-Wahnu itu ?”
Nabi menjawab : “Hubbud dunya Wa Karahiyatul Maut (Cinta dunia dan takut
mati).”.
Karena itu, ajaran Islam telah menetapkan keridloan Allah
sebagai satu-satunya barometer tingkah laku seseorang, “Apabila suatu hal itu
diridloi Allah maka hal itu wajib dilakoni.” Dengan pedoman itu, maka persatuan
kesatuan umat dalam wujud ukhuwah islamiyah dapat direalisasikan dalam kehidupan
sehari-hari dan kita berharap benar-benar dapat menjadi umat terbaik, seperti
disiratkan Allah Subhanahu Wa Taala dalam Surah Al-Imron ayat 110:
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengaktualkan jiwa
dan semangat ukhuwah islamiyah. Salah satunya dengan mengembangkan prilaku
salamatus sadr (ﺴﻼﻣﺔ ﺍﻟﺼﺪﺮ), sifat lapang dada
dalam menghadapi dinamika hidup di dunia ini. Ketika terjadi perbedaan
pemahaman diantara kita, tidak serta merta kita menganggap bahwa kitalah yang
benar dan merekalah yang salah. Kata orang bijak, perlu tujuh puluh satu alasan
untuk bisa dan mengklaim bahwa oranglain salah. Apabila ini dapat diwujudkan
antar sesama umat Islam maka persaudaraan Islam bukan lagi menjadi sebuah
isapan jempol belaka.
Selain itu, semangat tasamuh (toleransi) sekaligus terbuka untuk
melakukan dan menerima tausiyah (saling mengingatkan) juga sangat perlu
dikembangkan.Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan
cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati
sebab-sebab permusuhan. Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu
sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang-orang yang kufur terhadap
risalah-Nya dan menyimpang dari ayat-ayat-Nya.
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada
dan cinta, yaitu itsar. Itsar yakni sifat ikut merasakan apa yang dirasakan
oleh saudara muslim kita lainnya. Tidak ada penderitaan seorang muslim yang
tidak diketahui oleh umat Islam lainnya dan tidak ada pula kebahagiaan yang
dirasakan seorang muslim, kecuali umat Islam secara keseluruhan juga merasakan
kebahagiaan itu. Tidak ada kemuliaan segolongan umat Islam kecuali sesama umat
Islam bisa saling menghormati dan memuliakan muslim dan muslimah lainnya.
Wallahu’alam bi ash shawwab.
0 komentar: