“Berikan aku 10 orang pemuda, maka akan kuguncang dunia. Berikan aku 1000 orangtua, maka akan kucabut semeru dari akarnya”
(Bung Karno)
“Indonesia laksana Zambrud yang terbentang dibawah garis katulistiwa, dengan hamparan kesuburan tanamannya dan segala kemewahan dari dalam buminya. Namun Indonesia tengah tertidur lelap bersama mimpi buruknya”
(Dr. Quraish Shihab)
Terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian pergunungan, iaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean menjadikan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati dan barang tambang yang luar biasa berlimpah.
Soal sumber daya alam, tak usah ditanya lagi. Indonesia adalah salah satu negara suplier kayu, rempah-rempah dan emas terbesar di dunia dengan kualitas nomor satu di dunia. Pantaslah jika pada tahun 1590 Belanda tertarik datang ke Indonesia untuk mengambil dan mencicipi hasil sumber daya alam Indonesia.
1928, menjadi salahsatu moment bersejarah bagi bangsa ini, dimana bangsa ini bangkit dan disadarkan oleh gerakan para pemuda. Jong Sumatra Bond, Jong Java Bond dan organisasi kepemudaan lainnya bersatu dalam satu rasa, satu penderitaan, satu jiwa dan raga demi lahirnya Indonesia yang bebas dari penjajahan. Melalui moment sumpah pemuda, para pemuda bangsa ini tergugah hatinya sebagai suatu bangsa memiliki tujuan yang sama untuk memakmurkan dan menyejahterakan Indonesia. Tanpa terasa usaha manis para pemuda dan para pejuang yang berhasil membuat para penjajah angkat kaki dari negeri zamrud katulistiwa ini dan berhasil membawa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannnya pada 17 Agustus 1945 yang kini tanpa terasa sudah kita rasakan selama 67 tahun lamanya. Namun yang menjadi masalah di Negara kita saat ini adalah, bahwasannya Negara kita setelah 67 tahun meraih hak independent-nya belum dapat merasakan kemerdekaan secara 100%. Menurut pakar sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam (GlobalTv,17/08/12) persentase tingkat keberhasilan kemerdekaan suatu Negara dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah kesejahteraan sosial, kelayakan hidup, moral masyarakat, tingkat pendidikan, kerukunan antar masyarakat dan efektifitas dalam pelaksanaan kegiatan Negara. Namun nyatanya pada hari ini semua masalah tersebutlah yang tengah melanda Indonesia. Carut marutnya pemerintah berimbas pada kebijakan-kebijakan strategis yang merugikan masyarakat.
Jika kita meninjau ulang pada berbagai teori yang digunakan oleh pemerintah kita dalam upaya memajukan Indonesia besar kemungkinan dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan berkembang menjadi macan Asia. Namun dibutuhkan sebuah penyelesaian atau solusi yang efektif yang dapat membantu memajukan Indonesia secara cepat dan praktis. Menurut pakar sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dalam bukunya sosiologi sebagai pengantar bahwasannya sebuah wilayah, sebuah Negara, sebuah kelompok akan berkembang jika ditinjau dari 3 aspek, pertama sebuah Negara akan maju jika kesenjangan sosial diantara masyarakat sangatlah kecil. Kedua pemerintahan yang bersih dan adil sangat menentukan kemana arah bangsa ini maju. Ketiga adalah pelaksanaan dalam sistem sosial atau sering kita sebut penerapan di lapangan. Ketiga hal tersebut merupakan pilar-pilar majunya sebuah bangsa. Jikalau kesenjangan kecil, maka Negara tersebut akan tertib, rukun dan tidak ada konflik, jika pemerintah adil dan bersih maka seluruh program yang dirancang pemerintah adalah semata-mata untuk mengembangkan masyarakat dan keperluan masyarakat. Jikalau penerapan dilapangan baik dan teratur maka tidak menutup kemungkinan suatu bangsa akan maju secara cepat.
Disamping berbagai problematika tadi, masalah yang paling utama di Indonesia adalah masalah kesejahteraan sosial. Padahal dalam pancasila, sila kelima berbunyi “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Ataupun dalam pembukaan UUD 1945 alenia kedua yang berbunyi “dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Namun yang sekarang membuat kita sedikit terheran-heran adalah semua hal tersebut dapat disebut pula hanyalah berupa cerpen belaka. Mengapa demikian ? karena dalam realisasinya tidak ada satupun yang mengacu pada dasar-dasar Negara tersebut yang seharusnya menjadi falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tahun 2012 dan 2013 merupakan salahsatu jalanan terjal yang dilewati bangsa ini dengan berbagai kasus korupsi yang tentunya merugikan negara ini. Hambalang, wisam atlet, al-quran, bahkan pembuatan KTP dan SIM pun terbawa korupsi. Sungguh ironis jika kita meninjau ulang pada dasar Negara kita sendiri. Selain kasus korupsi tadi Komnas Perlindungan Anak Indonesia mencatatkan bahwa terjadi kerusakan moral pada remaja Indonesia yang setiap tahun terjadi peningkatan. Ini dibuktikan dengan hasil survey mereka dengan sebuah kesimpulan bahwa 62,7 % remaja SMP pernah melakukan hubungan seksual diluar nikah alias sudah tidak perawan. 21,2 % remaja pernah melakukan aborsi. Ini menjadi sebuah cerminan bahwasannya bagaimana bobroknya moral para remaja di era modernisasi sekarang ini. Media teknologi telah menjadi momok dan racun bagi bangsa besar ini karena melalui media tersebutlah para remaja mengawali menyerap budaya luar yang seharusnya pemerintah melakukan scanning dan filterisasi dalam mengadopsi budaya luar sehingga akan adanya sebuah protect yang dilakukan pemerintah dalam upaya menjadikan remaja yang cerdas, bermoral dan berkepribadian baik.
Selain masalah moral remaja, masalah kualitas SDM yang minim pun menjadi sebuah problem yang berlarut-larut pada bangsa ini, khususnya di daerah provinsi Banten. Kualitas SDM yang minim ditunjukan dengan kualitas pendidikan yang minim juga. Menurut informasi yang dirilis oleh koran Tribun Jabar edisi 3 Agustus 2012 di Indonesia 60 % sekolah khususnya ruang kelas terjadi kerusakan, 25% diantaranya rusak berat. Jika kita konversikan menjadi jumlah ruang kelas yang sesungguhnya, maka ruang kelas yang rusak berat di Indonesia ini sekitar 153.800 ruang kelas. Di Banten sendiri kurang lebih ada 3000 ruang kelas yang rusak. Ini membuktikan bahwa perhatian pemerintah pada dunia pendidikan sangatlah minim. Menurut pasal 31 UUD 194 ayat 4 bahwasannya pemerintah berkewajiban menyusun RAPBN untuk anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari RAPBN yang ada. Tandanya jika pada tahun 2013 ini APBN pemerintah adalah Rp 1987 Trilyun, maka anggaran pendidikan yang tersedia sekurang-kurangnya adalah Rp 390 Trilyun atau Rp 390.000 Milyar.
Sebenarnya semua hal tersebut tak akan mampu dilaksanakan jika hanya pemerintah saja yang bergerak, maka perlu ada sebuah upaya dari masyarakat khususnya para remaja dalam membina kader-kader atau calon-calon pemimpin bangsa ini dimasa yang akan datang. Ir. Soekarno pernah mengatakan “berikan aku 1000 orang tua maka niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 orang pemuda maka niscaya akan ku ubah dunia”. Kata-kata tersebut membuktikan bahwasannya bagaimana pentingnya peran pemuda dalam kemajuan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan dalam membina para remaja menuju arah yang baik adalah melalui organisasi kepemudaan atau kemasyarakatan.
Tak bisa dipungkiri lagi, saya adalah pemuda, begitu pula dengan anda semua. Tentunya sebagai seorang pemuda kita harus memiliki gagasan pokok serta langkah-langkah aksi yang akan dilakukan untuk memberikan sebuah solusi bagi bangsa ini, bagi kita semua juga yang menghuni bangsa ini.
Hakikatnya pendidikan merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk belajar dan mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selain itu untuk menunjang hal tersebut pun pemerintah mewajibkan masyarakat agar mengikuti pendidikan dasar yang secara penuh dibiayai oleh pemerintah. Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2 “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya pendidikan di Indonesia adalah untuk menciptakan generasi-generasi yang beriman, bertakwa dan bermoral sebagaimana yang dijelaskan dalam UUD 1945 pasa 31 ayat 3 yang berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”
Perlu kita ketahui bersama bahwasannya rangking tingkat pendidikan di Indonesia memasuki peringkat bawah di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia masih jauh berada dibawah Malaysia dan Singapura serta Israel. Ini dibuktikan dengan data terakhir yang dihimpun oleh PBB pada tahun 2008 bahwasannya di Indonesia dari 1.000.000 penduduk hanya melahirkan 45 tenaga ahli di berbagai bidang. Lain halnya dengan di Israel yang melahirkan 15.000 tenaga ahli dari 1.000.000 penduduknya. Ini membuktikan bahwasannya perlu ada upaya yang dapat mengubah pola fikir masyarakat tentang pentingnya pendidikan sehingga masyarakat akan lebih tergerak untuk meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan.
Lalu apa peran pemuda dalam mengatasi hal-hal semacam ini ? yang pertama adalah, sebagai seorang pemuda kita harus sadar akan pentingnya pendidikan demi kelangsungan hidup bangsa ini kedepannya. Kedua, kita berkewajiban menyadarkan masyarakat akan kebutuhan pendidikan. Coba kita bayangkan, jikalau di indonesia semua warganya bisa mengenyam pendidikan dasar 12 tahun, maka tidak akan ada lagi kasus masyarakat buta huruf, buta teknologi, sehingga bangsa ini tidak mudah ditipu oleh bangsa lain.
*****
Kini saya dan anda pun seharusnya sadar bahwasannya kita semua adalah salah satu harapan masyarakat untuk mengatasi berbagai permasalahan Indonesia di era globalisasi ini dengan asumsi bahwasannya organisasi-organisasi pemuda tersebut adalah salahsatu media yang dapat mencetak para pemuda-pemuda bermoral yang dapat memperbaiki kembali kondisi masyarakat yang telah rusak selama ini.
“Tak ada yang tak bisa jika kita mau untuk berusaha”, rasanya perkataan B.J Habibie tersebut adalah sebuah kalimat yang seharusnya tertanam pada diri setiap orang untuk memajukan suatu bangsa atau suatu kelompok.
Hidup ini adalah pilihan, tinggal kita pilih mau hidup seperti apa. Apakah kita akan hidup seperti sampah yang terbuang, di buang dan dibiarkan begitu saja atau kita ingin hidup sebagai tanaman yang dari akar hingga daunnya bahkan daun keringnya pun bermanfaat bagi manusia dan bagi alam sekitar. Begitupula kita sebagai manusia, kita tinggal memilih saja, mau hidup menjadi seorang sutradara, pemeran, atau penonton. Jika kita menjadi sutradara maka kita yang akan mengatur semuanya, jika kita hanya sebagai pemain kita hanya sebagai pelaku saja, apa yang sudah tercatat dalam scenario ya kita lakukan, atau hanya sebagai penonton yang tinggal menikmati tontonan itu sendiri tanpa ada usaha dan upaya untuk melakukan perubahan.
“Indonesia laksana Zambrud yang terbentang dibawah garis katulistiwa, dengan hamparan kesuburan tanamannya dan segala kemewahan dari dalam buminya. Namun Indonesia tengah tertidur lelap bersama mimpi buruknya”. Rasanya ucapan itu tak terlalu berlebihan ketika disampaikan oleh Dr. Quraish Shihab.
Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang makmur. Bahkan dalam lagu Koes Ploes dengan judul “Kolam Susu”, di ungkapkan bahwa Indonesia merupakan tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Namun yang ada pada kenyataan hari ini adalah, Indonesia merupakan tanah surga, surga bagi para koruptor yang menyengsarakan rakyat. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Hanya bermodalkan tongkat kayu untuk mengetuk dan memutus setiap perkara dan batu sebagai alasnya, tanpa terasa para pelaku kecurangan itu telah menanam benih-benih kesengsaraan dan kehancuran pada bangsa ini.
Kini indonesia tengah tertidur pulas. Entah bersama mimpi indahnya ataun mimpi buruknya. Entah siapa yang kelak akan membangunkan Indonesia ini dari keterpurukan seperti saat ini. Akankah kita yang membangunkan Indonesia dari tidur panjangnya, atau malah kita yang akan membuat Indonesia semakin tertidur pulas ? jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Pemuda sebagai aset masa depan bangsa seharusnya sudah mulai memikirkan apa yang akan dilakukannya kelak ketika memimpin negri ini. Masalah pendidikan, kesejahteraan sosial dan lain sebagainya merupakan tolak ukur akan kesuksesan penyelenggara pemerintah yang ada sekarang. Maka pemuda memiliki peran yang besar dalam merubah pendidikan di Indonesia. Mungkin bukan saat ini, tapi bisa jadi dimasa yang akan datang lahir para ilmuan-ilmuan, pemimpin-pemimpin dunia, para cendikiawan dari sebuah negara yang terbentang diantara 2 benua, yaitu Indonesia.
Semoga dimasa yang akan datang para pemuda dan masyarakat akan lebih tergerak serta dapat merubah pemahamannya agar dapat membangun Indonesia kembali sebagai macan Asia bahkan macan dunia yang sewaktu-waktu dapat mengaum dan menerkam mangsanya sehingga akan lahir dari bangsa yang besar ini para ilmuan dan para pemimpin dunia yang dapat melakukan perubahan besar pada dunia ini.
(Bung Karno)
“Indonesia laksana Zambrud yang terbentang dibawah garis katulistiwa, dengan hamparan kesuburan tanamannya dan segala kemewahan dari dalam buminya. Namun Indonesia tengah tertidur lelap bersama mimpi buruknya”
(Dr. Quraish Shihab)
Terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian pergunungan, iaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean menjadikan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati dan barang tambang yang luar biasa berlimpah.
Soal sumber daya alam, tak usah ditanya lagi. Indonesia adalah salah satu negara suplier kayu, rempah-rempah dan emas terbesar di dunia dengan kualitas nomor satu di dunia. Pantaslah jika pada tahun 1590 Belanda tertarik datang ke Indonesia untuk mengambil dan mencicipi hasil sumber daya alam Indonesia.
1928, menjadi salahsatu moment bersejarah bagi bangsa ini, dimana bangsa ini bangkit dan disadarkan oleh gerakan para pemuda. Jong Sumatra Bond, Jong Java Bond dan organisasi kepemudaan lainnya bersatu dalam satu rasa, satu penderitaan, satu jiwa dan raga demi lahirnya Indonesia yang bebas dari penjajahan. Melalui moment sumpah pemuda, para pemuda bangsa ini tergugah hatinya sebagai suatu bangsa memiliki tujuan yang sama untuk memakmurkan dan menyejahterakan Indonesia. Tanpa terasa usaha manis para pemuda dan para pejuang yang berhasil membuat para penjajah angkat kaki dari negeri zamrud katulistiwa ini dan berhasil membawa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannnya pada 17 Agustus 1945 yang kini tanpa terasa sudah kita rasakan selama 67 tahun lamanya. Namun yang menjadi masalah di Negara kita saat ini adalah, bahwasannya Negara kita setelah 67 tahun meraih hak independent-nya belum dapat merasakan kemerdekaan secara 100%. Menurut pakar sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam (GlobalTv,17/08/12) persentase tingkat keberhasilan kemerdekaan suatu Negara dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah kesejahteraan sosial, kelayakan hidup, moral masyarakat, tingkat pendidikan, kerukunan antar masyarakat dan efektifitas dalam pelaksanaan kegiatan Negara. Namun nyatanya pada hari ini semua masalah tersebutlah yang tengah melanda Indonesia. Carut marutnya pemerintah berimbas pada kebijakan-kebijakan strategis yang merugikan masyarakat.
Jika kita meninjau ulang pada berbagai teori yang digunakan oleh pemerintah kita dalam upaya memajukan Indonesia besar kemungkinan dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan berkembang menjadi macan Asia. Namun dibutuhkan sebuah penyelesaian atau solusi yang efektif yang dapat membantu memajukan Indonesia secara cepat dan praktis. Menurut pakar sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dalam bukunya sosiologi sebagai pengantar bahwasannya sebuah wilayah, sebuah Negara, sebuah kelompok akan berkembang jika ditinjau dari 3 aspek, pertama sebuah Negara akan maju jika kesenjangan sosial diantara masyarakat sangatlah kecil. Kedua pemerintahan yang bersih dan adil sangat menentukan kemana arah bangsa ini maju. Ketiga adalah pelaksanaan dalam sistem sosial atau sering kita sebut penerapan di lapangan. Ketiga hal tersebut merupakan pilar-pilar majunya sebuah bangsa. Jikalau kesenjangan kecil, maka Negara tersebut akan tertib, rukun dan tidak ada konflik, jika pemerintah adil dan bersih maka seluruh program yang dirancang pemerintah adalah semata-mata untuk mengembangkan masyarakat dan keperluan masyarakat. Jikalau penerapan dilapangan baik dan teratur maka tidak menutup kemungkinan suatu bangsa akan maju secara cepat.
Disamping berbagai problematika tadi, masalah yang paling utama di Indonesia adalah masalah kesejahteraan sosial. Padahal dalam pancasila, sila kelima berbunyi “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Ataupun dalam pembukaan UUD 1945 alenia kedua yang berbunyi “dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Namun yang sekarang membuat kita sedikit terheran-heran adalah semua hal tersebut dapat disebut pula hanyalah berupa cerpen belaka. Mengapa demikian ? karena dalam realisasinya tidak ada satupun yang mengacu pada dasar-dasar Negara tersebut yang seharusnya menjadi falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tahun 2012 dan 2013 merupakan salahsatu jalanan terjal yang dilewati bangsa ini dengan berbagai kasus korupsi yang tentunya merugikan negara ini. Hambalang, wisam atlet, al-quran, bahkan pembuatan KTP dan SIM pun terbawa korupsi. Sungguh ironis jika kita meninjau ulang pada dasar Negara kita sendiri. Selain kasus korupsi tadi Komnas Perlindungan Anak Indonesia mencatatkan bahwa terjadi kerusakan moral pada remaja Indonesia yang setiap tahun terjadi peningkatan. Ini dibuktikan dengan hasil survey mereka dengan sebuah kesimpulan bahwa 62,7 % remaja SMP pernah melakukan hubungan seksual diluar nikah alias sudah tidak perawan. 21,2 % remaja pernah melakukan aborsi. Ini menjadi sebuah cerminan bahwasannya bagaimana bobroknya moral para remaja di era modernisasi sekarang ini. Media teknologi telah menjadi momok dan racun bagi bangsa besar ini karena melalui media tersebutlah para remaja mengawali menyerap budaya luar yang seharusnya pemerintah melakukan scanning dan filterisasi dalam mengadopsi budaya luar sehingga akan adanya sebuah protect yang dilakukan pemerintah dalam upaya menjadikan remaja yang cerdas, bermoral dan berkepribadian baik.
Selain masalah moral remaja, masalah kualitas SDM yang minim pun menjadi sebuah problem yang berlarut-larut pada bangsa ini, khususnya di daerah provinsi Banten. Kualitas SDM yang minim ditunjukan dengan kualitas pendidikan yang minim juga. Menurut informasi yang dirilis oleh koran Tribun Jabar edisi 3 Agustus 2012 di Indonesia 60 % sekolah khususnya ruang kelas terjadi kerusakan, 25% diantaranya rusak berat. Jika kita konversikan menjadi jumlah ruang kelas yang sesungguhnya, maka ruang kelas yang rusak berat di Indonesia ini sekitar 153.800 ruang kelas. Di Banten sendiri kurang lebih ada 3000 ruang kelas yang rusak. Ini membuktikan bahwa perhatian pemerintah pada dunia pendidikan sangatlah minim. Menurut pasal 31 UUD 194 ayat 4 bahwasannya pemerintah berkewajiban menyusun RAPBN untuk anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari RAPBN yang ada. Tandanya jika pada tahun 2013 ini APBN pemerintah adalah Rp 1987 Trilyun, maka anggaran pendidikan yang tersedia sekurang-kurangnya adalah Rp 390 Trilyun atau Rp 390.000 Milyar.
Sebenarnya semua hal tersebut tak akan mampu dilaksanakan jika hanya pemerintah saja yang bergerak, maka perlu ada sebuah upaya dari masyarakat khususnya para remaja dalam membina kader-kader atau calon-calon pemimpin bangsa ini dimasa yang akan datang. Ir. Soekarno pernah mengatakan “berikan aku 1000 orang tua maka niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 orang pemuda maka niscaya akan ku ubah dunia”. Kata-kata tersebut membuktikan bahwasannya bagaimana pentingnya peran pemuda dalam kemajuan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan dalam membina para remaja menuju arah yang baik adalah melalui organisasi kepemudaan atau kemasyarakatan.
Tak bisa dipungkiri lagi, saya adalah pemuda, begitu pula dengan anda semua. Tentunya sebagai seorang pemuda kita harus memiliki gagasan pokok serta langkah-langkah aksi yang akan dilakukan untuk memberikan sebuah solusi bagi bangsa ini, bagi kita semua juga yang menghuni bangsa ini.
Hakikatnya pendidikan merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk belajar dan mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selain itu untuk menunjang hal tersebut pun pemerintah mewajibkan masyarakat agar mengikuti pendidikan dasar yang secara penuh dibiayai oleh pemerintah. Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2 “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya pendidikan di Indonesia adalah untuk menciptakan generasi-generasi yang beriman, bertakwa dan bermoral sebagaimana yang dijelaskan dalam UUD 1945 pasa 31 ayat 3 yang berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”
Perlu kita ketahui bersama bahwasannya rangking tingkat pendidikan di Indonesia memasuki peringkat bawah di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia masih jauh berada dibawah Malaysia dan Singapura serta Israel. Ini dibuktikan dengan data terakhir yang dihimpun oleh PBB pada tahun 2008 bahwasannya di Indonesia dari 1.000.000 penduduk hanya melahirkan 45 tenaga ahli di berbagai bidang. Lain halnya dengan di Israel yang melahirkan 15.000 tenaga ahli dari 1.000.000 penduduknya. Ini membuktikan bahwasannya perlu ada upaya yang dapat mengubah pola fikir masyarakat tentang pentingnya pendidikan sehingga masyarakat akan lebih tergerak untuk meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan.
Lalu apa peran pemuda dalam mengatasi hal-hal semacam ini ? yang pertama adalah, sebagai seorang pemuda kita harus sadar akan pentingnya pendidikan demi kelangsungan hidup bangsa ini kedepannya. Kedua, kita berkewajiban menyadarkan masyarakat akan kebutuhan pendidikan. Coba kita bayangkan, jikalau di indonesia semua warganya bisa mengenyam pendidikan dasar 12 tahun, maka tidak akan ada lagi kasus masyarakat buta huruf, buta teknologi, sehingga bangsa ini tidak mudah ditipu oleh bangsa lain.
*****
Kini saya dan anda pun seharusnya sadar bahwasannya kita semua adalah salah satu harapan masyarakat untuk mengatasi berbagai permasalahan Indonesia di era globalisasi ini dengan asumsi bahwasannya organisasi-organisasi pemuda tersebut adalah salahsatu media yang dapat mencetak para pemuda-pemuda bermoral yang dapat memperbaiki kembali kondisi masyarakat yang telah rusak selama ini.
“Tak ada yang tak bisa jika kita mau untuk berusaha”, rasanya perkataan B.J Habibie tersebut adalah sebuah kalimat yang seharusnya tertanam pada diri setiap orang untuk memajukan suatu bangsa atau suatu kelompok.
Hidup ini adalah pilihan, tinggal kita pilih mau hidup seperti apa. Apakah kita akan hidup seperti sampah yang terbuang, di buang dan dibiarkan begitu saja atau kita ingin hidup sebagai tanaman yang dari akar hingga daunnya bahkan daun keringnya pun bermanfaat bagi manusia dan bagi alam sekitar. Begitupula kita sebagai manusia, kita tinggal memilih saja, mau hidup menjadi seorang sutradara, pemeran, atau penonton. Jika kita menjadi sutradara maka kita yang akan mengatur semuanya, jika kita hanya sebagai pemain kita hanya sebagai pelaku saja, apa yang sudah tercatat dalam scenario ya kita lakukan, atau hanya sebagai penonton yang tinggal menikmati tontonan itu sendiri tanpa ada usaha dan upaya untuk melakukan perubahan.
“Indonesia laksana Zambrud yang terbentang dibawah garis katulistiwa, dengan hamparan kesuburan tanamannya dan segala kemewahan dari dalam buminya. Namun Indonesia tengah tertidur lelap bersama mimpi buruknya”. Rasanya ucapan itu tak terlalu berlebihan ketika disampaikan oleh Dr. Quraish Shihab.
Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang makmur. Bahkan dalam lagu Koes Ploes dengan judul “Kolam Susu”, di ungkapkan bahwa Indonesia merupakan tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Namun yang ada pada kenyataan hari ini adalah, Indonesia merupakan tanah surga, surga bagi para koruptor yang menyengsarakan rakyat. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Hanya bermodalkan tongkat kayu untuk mengetuk dan memutus setiap perkara dan batu sebagai alasnya, tanpa terasa para pelaku kecurangan itu telah menanam benih-benih kesengsaraan dan kehancuran pada bangsa ini.
Kini indonesia tengah tertidur pulas. Entah bersama mimpi indahnya ataun mimpi buruknya. Entah siapa yang kelak akan membangunkan Indonesia ini dari keterpurukan seperti saat ini. Akankah kita yang membangunkan Indonesia dari tidur panjangnya, atau malah kita yang akan membuat Indonesia semakin tertidur pulas ? jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Pemuda sebagai aset masa depan bangsa seharusnya sudah mulai memikirkan apa yang akan dilakukannya kelak ketika memimpin negri ini. Masalah pendidikan, kesejahteraan sosial dan lain sebagainya merupakan tolak ukur akan kesuksesan penyelenggara pemerintah yang ada sekarang. Maka pemuda memiliki peran yang besar dalam merubah pendidikan di Indonesia. Mungkin bukan saat ini, tapi bisa jadi dimasa yang akan datang lahir para ilmuan-ilmuan, pemimpin-pemimpin dunia, para cendikiawan dari sebuah negara yang terbentang diantara 2 benua, yaitu Indonesia.
Semoga dimasa yang akan datang para pemuda dan masyarakat akan lebih tergerak serta dapat merubah pemahamannya agar dapat membangun Indonesia kembali sebagai macan Asia bahkan macan dunia yang sewaktu-waktu dapat mengaum dan menerkam mangsanya sehingga akan lahir dari bangsa yang besar ini para ilmuan dan para pemimpin dunia yang dapat melakukan perubahan besar pada dunia ini.
0 komentar: