Alhamdulillah tanpa terasa kita telah memasuki sebuah era baru, sebuah masa yang baru, sebuah tahun yang baru yaitu tahun1437 H. Berbicara mengenai tahun baru islam, jika kita melihat pada sejarahnya, tentunya tidaklah semeriah perayaan tahun baru masehi, cina, dll. Tapi bagi umat Islam tahun baru Hijriyah ini memiliki makna tersendiri yang tentunya jika kita kaji satu persatu akan membuka cakrawala kita yang selama ini hanya itu-itu saja.
Pada bulan ini, bulan Muharram, bulan pertama dalam sistem kalender hijriyah merupakan salahsatu bulan yang sangatlah istimewa, dimana pada bulan ini banyak sekali peristiwa luar biasa yang terjadi. Dai mulai diturunkannya Nabi Adam As dan Siti Hawa ke bumi, diselamatkannya Nabi Nuh As dari banjir bandang, diselamatkannya Nabi Ibrahim As dari api yang hendak membakarnya, Diselamatkannya Nabi Yusuf As dari kurungan penjara karena takwil mimpinya, diselamatkannya Nabi Yunus dari perut ikan Nun (Paus), diangkatnya Nabi Isa As ke langit dan yang paling istimewa adalah Hijrahnya Rasulullah Saw.
Momentum tahun baru islam ini sudah sewajarnya dan sudah menjadi kewajiban untuk kita melihat kembali ke belakang pada peristiwa hijrah tersebut dan mentafakkuri langkah apa yang seharusnya kita lakukan dalam rangka meneladani perjuangan Rasulullah dan para sahabat. Degradasi moral yang terjadi, perpecahan yg terjadi, permusuhan yg terjadi justru sangat jauh dari nilai2 yang terkandung dalam peristiwa hijrah. Kita tahu bagaimana peristiwa hijrah merupakan peristiwa bersatunya antara muslim muhajirin dan anshar. Para sahabat disatukan dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Biarpun fikrah berbeda, biarpun pilihan berbeda, biarpun profesi berbeda, biarpun jalan hidup berbeda, tapi umat ini harus tetap bersatu dengan 1 landasan yaitu keimanan, ketauhidan kepada Allah swt.
Sejatinya hijrah yang kita baca dalam berbagai buku shirah nabawiyah selama ini hanyalah hijrah secara syar'i saja, padahal hijrah tidak dapat hanya kita tafsirkan sebagai hijrah secara syar'i saja yg berarti perpindahan para muhajirin dari makkah ke yastrib. Namun juga Hijrah harus kita definisikan secara hakiki.
Hijrah secara hakiki, berarti kita berhijrah dari suatu kondisi menuju kondisi yg lebih baik. Dari kekufuran menuju kesyukuran, dari kemungkaran menuju ketaatan, dari perpecahan menuju persatuan, dari permusuhan menuju saling mencintai.
Rasulullah saw mengingatkan kita terkait makna hijrah yg sebenarnya dalam Hadits Arba'in nomor 1 "'an amiiril mukminin abi hafsh 'Umar Ra, sami'tu Rasulullah saw yaquulu "innamal a'malu bin niah wa inna maa likullim riin maanawa man kana hijratuhu ilallahi wa rasulih fa hihratuhu ilallahi warasulih wa man kaana hijratuhu iladdunya yusiibuha au amraatin yunkihuha fahijratuhu ila maa hajara ilaih" (H.r Bukhari dan Muslim).
Dari hadits tersebut kita diingatkan bahwa hijrah yang sejati bukanlah hijrah dari mekkah ke madinah semata. Melainkan hijrah menuju keimanan kepada Allah dan rasulullah yang lebih kuat, yg lebih ajeg, yg lebih istiqomah. Secara kasat mata kita melihat dan mendengar bahwa Rasulullah Saw dan para sahabatnya hanya melakukan hijrah secara syar'i saja, namun ketahuilah bahwa, jika tanpa keinginan untuk bertemu dengan Allah, untuk taat kepada Allah, untuk menghamba kepada Allah swt, tidak akan mungkin mereka mau meninggalkan kampung halaman mereka beratus-ratus kilometer untuk pindah dari pusat peradaban yaitu mekkah menuju daerah miskin dan tandus yaitu yastrib. Namun pada hakikatnya Rasulullah Saw dan para sahabatnya berhijrah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tujuan menjauhkan kekufuran dan menanam benih-benih ketauhidan.
Maka dari itu, mari kita jadikan momentum tahun baru islam ini sebagai momentum untuk mengembalikan kejayaan umat, kembali menyatukan visi dan misi kita dalam bingkai keimanan dan ketauhidan, kita kembali dalam ke kaffahan sebagai seorang muslim, kita kembali menguatkan keimanan kita dan kita kembali membangun ketaqwaan kita. Dan mari kita kembali menuju tujuan kita yang satu, yaitu Allah Swt. Allah lah tujuan kita, bukan syurganya, apalagi pahala dari Nya. Jika kita sudah menjadi kekasih Allah, orang yang dekat dengan Allah, buat apalagi pahala dan syurga ? toh semuanya pasti akan mengikuti di belakang kita, karena kita dekat dengan yang memiliki segalanya.
Wallahualam Bish Shawab
0 komentar: